SELAMAT DATANG DIBLOG BEJOSENTOSO

Rabu, 23 November 2011

Masing-masing dari diri kita memiliki kehendak dan peran dalam kehidupan menjadi manusia yang hebat dan penuh keagungan. Karena manusia diciptakan dengan potensi keistimewaan memiliki kecerdasan, bakat, ketrampilan dan hati nurani, yang dapat membawa manusia pada keberhasilan dan keagungan. Namun manusia juga dilengkapi dengan nafsu atau ego pribadi. Yaitu, nafsu pada kehidupan dunia. Oleh karena itu, untuk memenuhi keinginan ego dan nafsunya pribadinya, ssungguhnya Allah telah menyediakan aturan "rules" atau ketentuan-ketentuan melalui kitab suci-Nya. Ketentuan inilah yang harus ditaati oleh manusia. Kebanyakan manusia sadar atau tidak sadar seringkali terjebak memperturutkan nafsu dan ego pribadi untuk dunia semata, dengan mengabaikan "rules" atau aturan Tuhan. Mereka sibuk memenuhi keinginan memiliki harta kekayaan berlimpah, rumah megah dengan perabotan yang serba wah, kendaraan model terbaru yang mewah, wanita-wanita cantik di sekelilingnya, kursi jabatan atau posisi yang tinggi, dan lain sebagainya. Semua yang diinginkannya berusaha untuk dia dapatkan. Mereka merasa hebat dan berhasil dalam kehidupannya kalau sudah memiliki itu semua. Itulah ego manusia yang dikendalikan nafsunya. Inilah yang mengakibatkan terjadinya banyak penyelewengan, penyimpangan, korupsi, penyalah gunaan kekuasaan dan lain sebagainya. Karena pada hakikatnya nafsu itu tidak akan pernah merasa puas. Ego pribadi dalam tataran yang wajar sebenarnya akan menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri "self-esteem" dan memiliki kepercayaan diri "self-confidence '. Keduanya merupakan faktor positif dalam meningkatkan kualitas pribadi setiap individu menjadi lebih tinggi. Namun, kalau keduanya berlebihan dalam diri kita, itu akan berubah menjadi kebanggaan "pride" yang sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara kebanggan dan kesombongan ini sangat tipis sekali. Ketika berubah menjadi kesombongan, maka akan melahirkan ego pribadi yang merugikan. Akan melahirkan nafsu dunia yang dapayt menyesatkan. Disinilah manusia perlu hati-hati dalam menyikapi ego dan nafsu dirinya. Kesalahan dalam mengelola hati nurani seringkali mengakibatkan manusia terjebak dalam kehidupan dengan hati yang buta dan mati. Sungguh sengsara mereka yang hidupnya tanpa diterangi cahaya hati nurani ini. Bagaikan orang yang buta mata indranya, sehingga tidak dapat melihat apa yang ada di depannya. Memiliki hati nurani yang buta tertutup oleh ego pribadi, berarti mereka yang tidak dapat melihat arah kehidupannya kedepan dengan jernih dan tajam. Mereka menjalani kehidupan dengan dikendalikan nafsu dan ego pribadinya kepada dunia yang berlebihan. Mereka yang nuraninya tertutup, hidupnya menjadi penuh prasangka negatif, merasakan kehidupan begitu berat dan merasakan serba kekurangan. Hati nurani yang dikalahkan oleh nafsu dan ego pribadi mengendalikan pikiran seseorang menjadi buta. Hari-harinya menjadi tidak nyaman, pikirannya menjadi keruh, penuh dengan prasangka negatif. Waktu demi waktu yang dilalui sering kali diwarnai kondisi kegelisahan hati. Hati dan pikirannya sangat dikendalikan oleh nafsu duniawi, sehingga hidup menjadi sangat melelahkan. Mengejar sesuatu yang seolah-olah tidak ada hentinya, tidak ada habisnya dan merasa serba kekurangan. Sahabat, marilah kita bertanya kembali kedalam diri pribadi masing-masing, apakah selama ini tanpa sadar atau dengan kesadaran kita telah dikendalikan oleh nafsu dan ego pribadi untuk kepentingan dunia semata? Apakah selama ini sadar atau tanpa kita sadari kita telah terjebak dalam rutinitas kehidupan yang membutakan hati nurani? Apakah selama ini kita sudah mendengarkan suara hati kita, ataukah kita cenderung mengabaikan suara hati demi meraih tujuan kehidupan dunia? Bagaimana agar diri kita dapat menghidupkan hati nurani sehingga mampu mengendalikan nafsu dan ego pribadi? Berikut ini beberapa cara yang perlu dipertimbangkan untuk kita lakukan: 1. Tanamankan kembali kesadaran akan kembali kepada jati diri nan Fitri. Kesadaran akan jati diri akan mengantarkan kita memahamai siapa diri kita sebenarnya, mamahami hakekat kehidupan kita, siapa Tuhan kita sebenarnya dan kemana tujuan akhir kehidupan kita. Hal ini diharapkan akan menjadi semacam pengawasan yang melekat dan bahkan spirit dari dalam diri yang kuat untuk menjaganya dan menjauhkannya dari hal yang mengotori hati nurani. 2. Memandang kehidupan dunia secara seimbang. Tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir, melainkan menempatkan dunia sebagai sarana dan dimanfaatkan secara terbatas dan terkendali untuk tujuan kehidupan selanjutnya. Paradigma seperti ini akan mengantarkan kita pada pemahaman bahwa kebahagiaan bukan hanya terletak pada hal-hal material, tetapi juga pada dataran spiritual. Janganlah sampai kesibukan mencari harta benda, kesibukan mengejar kekuasaan, popularitas dan semua aksesories dunia membuat kita lalai untuk beribadah kepada-Nya. Karena kita sesungguhnya hanyalah abdi atau hamba dari Allah. 3. Dzikir atau mengagungkan asma Allah merupakan makanan rohani yang paling bergizi serta membangkitkan selera ibadah dan akhlak mulia. Dzikir juga menjadi benteng dari gangguan nafsu dan ego pribadi yang berlebihan. Dengan berdzikir, peluang kita untuk mendapatkan kebersihan hati semakin terbuka. Dengan hati yang bersih, kita akan mudah untuk mengakses hidayah Allah SWT, sehingga dapat mengendalikan nafsu dan ego pribadi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar